A.
Aqidah
Islam
Aqidah
adalah asas/landasan hidup bagi kaum muslimin, dengan bentuk kita mampu
menjadikan dan menerima Allah Swt sebagai satu-satunya sumber Otoritas (Rab),
legalitas (Malik) dan loyalitas (Ilah) .
Dari
hasil pembacaan al-Qur`an dan al-sunnah
dapat kita temukan bahwa Allah Swt. berperan sebagai Rabb, Malik dan
Ilah.
Perhatikan
Qs : Qs.
al-Fatihah [1]: 2,4,5; al-Nas [114]: 1-3. []
E
Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. segala puji] bagi
Allah, Tuhan semesta alam Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. yang menguasai di
hari Pembalasan. hanya Engkaulah yang
Kami sembah , dan hanya kepada Engkaulah
Kami meminta pertolongan.
?@è%Eb>t?I/ ?¨$¨Y9$#
?7I=tB ?¨$¨Y9$#
Im»s9I) ?¨$¨Y9$#
Katakanlah:
"Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.raja
manusia. sembahan manusia.
Begitu
pula dalam Hadist Rasul Saw mengisyaratkan ketiga unsur tauhid di
atas
:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، عَلِّمْنِيْ
كَلِمَاتٍ أَقُوْلهُاَ إِذَا أَصْبَحْتُ ، وَإِذَا أَمْسَيْتُ . قَالَ : « قُلْ :
اَللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
، أَنْتَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكُهُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ . قُلْهَا إِذَا
أَصْبَحْتَ ، وَإِذَا أَمْسَيْتَ ، وَإِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ » أبو يعلى
الموصلي
Dari
Abu Hurairah ra bahwasanya Abu Bakar berkata: ya Rasulullah Ajarkan aku beberapa
kalimat yang kuucapkan tiap pagi dan sore. Beliau bersabda: “Katakanlah ya Allah
Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang nampak dan ghaib,
Engkaulah Rabb, Malik
segala sesuatu, tiada Ilah kecuali engkau.
Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan jiwaku, kejahatan syetan dan
penyekutuannya. Katakanlah di waktu pagi dan soremu dan bila hendak tidur.” (HR.
Abu Ya’la al-Maushily)
[]
Dengan
tolak ukur ayat dan hadis di atas, maka unsur-unsur aqidah dapat disimpulkan
dengan rumusan Rububiyyah, Mulkiyyah dan Uluhiyyah.
1.
Rububiyah
Allah SWT
Allah
sebagai Rabb berarti Allah sebagai Pencipta, Pendidik, Pengatur, Penjamin
logistik seluruh makhluk, Penjaga stabilitas keamanan, Pemilik hukum, dan
Pembuat undang-undang. Allah adalah Pengatur alam semesta, Pengatur manusia,
Pengatur ’Arsy dan Pengatur segala sesuatu.
Oleh
karenanya, aqidah terhadap rububiyyah
Allah adalah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya Rabb (Maha Pencipta,
Pengatur, Pemelihara, Maha Penjamin logistik atau rezeki, Penjamin keamanan,
Maha Pendidik dan Pengajar) serta mengimani secara yakin bahwa Allah sebagai
Rabb, hanya ditangan-Nya-lah kewenangan mutlak/absolut membuat aturan,
undang-undang/hukum.
Inilah
makna pengakuan tauhid la Rabba illallah. Artinya, ia harus menafikan (menolak,
menjauhi dan memerangi) segala bentuk hukum, ideologi, produk hukum,
perundang-undangan dan adat-istiadat yang tidak dibangun berdasarkan tuntunan
Allah.
Allah
sebagai Rabbinnas dibuktikan oleh si hamba dengan memberlakukan
undang-undang-Nya di muka bumi ini baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, bangsa, negara dan dunia dalam segala aspek kehidupan baik ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam dan lain sebagainya sebagai wujud nyata
dari kesempurnaan sistem dalam Islam.
Jika tidak, berarti pengakuannya palsu dan dusta besar terhadap Allah
Swt, dan dinyatakan dalam al-Qur`an tidak dianggap beragama sedikitpun.
2.
Mulkiyah
Allah SWT []
kata
Malik memiliki arti sebagai raja [],
pemilik segala sesuatu []
. Allah sebagai Malik berarti Allah sebagai raja, pemilik segala sesuatu. Aqidah
mulkiyyah berarti mengimani bahwa hanya Allah sebagai Raja manusia, Raja alam
semesta dan Raja segala sesuatu yang wajib ditaati. Tidak ada kedaulatan dan
kerajaan lain yang boleh diakui apalagi ditaati selain kedaulatan dan
kerajaan-Nya.
Mulkiyyah
Allah di bumi diproyeksikan dalam bentuk lembaga risalah (lembaga Negara
Khilafah) yang kedudukannya menempati maqam nubuwwah, yakni suatu struktur
lembaga pemerintahan hukum Allah yang sah, diamanahkan kepada orang beriman (Uli
al-Amr) sebagai syahid atas manusia dan kelak dimintai
pertanggungjawabannya di hadapan
al-Malik al-Haqq.
Berdasarkan
hal ini, maka secara nyata bahwa manusia harus mewujudkan kekhalifahan Allah dan
menafikan (menolak, menjauhi dan memerangi) segala bentuk kekuasaan, kerajaan,
pemerintahan dan kepemimpinan yang tidak
ditegakkan atas dasar tuntunan Allah SWT. Inilah makna “La Malika
Illallah”
3.
Uluhiyah
Allah SWT
Kata
Ilah dalam bahasa arab mengandung arti ma’bud dan musta‘an. Ma’bud adalah salah
satu makna dari Ilah, yaitu yang diibadahi
. Ilah atau ma’bud maknanya meliputi: Yang dicintai ,Yang diibadahi, Yang
diminta pertolongan.
Seluruh
rasul membawa misi proklamasi tauhid ibadah hanya kepada Allah [].
Ajaran ketauhidan atau monotheisme dalam Islam yang disebut "la Ilaha illallah",
adalah suatu konsepsi tertinggi tentang ketuhanan, menolak setiap bentuk
ideologi dan falsafah ketuhanan ganda. Islam tidak mengenal adanya pengabdian
ganda, karena hal itu merupakan sifat
nifaq (bermuka dua) dan syirik. Si muslim dituntut pengabdiannya semata-mata
hanya kepada Allah swt, tidak kepada yang lainnya.
Keyakinan
kepada uluhiyyah Allah secara integral pula merupakan bentuk konkrit yang
diterapkan dalam kehidupan dengan melaksanakan rububiyyah Allah di mulkiyyah
Allah. Wujudnya adalah sekelompok manusia yang beriman kepada Allah swt yang
menjalankan hukum dan program Allah di lembaga yang diridhai Allah. Maka
keyakinan ini akan memberikan dampak menyelamatkan eksistensi kehidupan manusia
di bawah naungan ridha dan rahmat Allah swt. Tatanan kehidupan yang terbentuk
merupakan wujud nyata keseimbangan dan keserasian terhadap sunnatullah dan
sunnaturrasul.
Lihat
skema di bawah ini :
Demikian
pula thaghut []
berperan sama sebagai Rabb, Malik dan Ilah berdasarkan al-Qur`an []
Dalam
al-Qur`an disebutkan bahwa Fir’aun penguasa mesir, merupakan personifikasi
thaghut yang telah memproklamirkan diri sebagai rabb []
أَنَا رَبُّكُمُ الأَعْلَى , malik [] أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْر dan
ilah[]
لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلهَاً غَيْرِي
tandingan Allah Swt. Namun pengakuan batilnya itu tidak terbukti sehingga
binasalah ia, meskipun pada detik-detik terakhir kematiannya ia mencabut
proklamasinya dan mengakui rububiyyah Allah. Allah telah mengabadikan hal ini
dalam al-Qur`an bahkan jasadnya pun diabadikan sebagai pelajaran bagi kaum
setelahnya.