10/08/2024

Amanah kepada manusia

 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,"

(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 72)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَقَدۡ كَتَبۡنَا فِي ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ ٱلصَّٰلِحُونَ

"Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuz), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh."

(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 105)


10/07/2024

BERMAKSIAT DIKALA SEPI

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Ada seseorang yang ketika di hadapan orang banyak terlihat alim dan shalih. Namun kala sendirian, saat sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah.


Inilah yang dapat dilihat dari para penggiat dunia maya. Ketika di keramaian atau dari komentar ia di dunia maya, ia bisa berlaku sebagai seorang alim dan shalih. Namun bukan berarti ketika dalam kesepian, ia seperti itu pula. Ketika sendirian browsing internet, ia sering bermaksiat. Pandangan dan pendengarannya tidak bisa ia jaga.


Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jauh-jauh hari. Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,


عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »


Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, "Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran." Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya."


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah." (HR. Ibnu Majah no. 4245). Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab "Mengingat Dosa".


Hadits di atas semakna dengan ayat,


يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا


"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan." (QS. An-Nisa': 108). Walaupun dalam ayat tidak disebutkan tentang hancurnya amalan.


Ada beberapa makna dari hadits Tsauban yang kami sebutkan di atas:


Pertama:

Hadits tersebut menunjukkan keadaan orang munafik, walaupun kemunafikan yang ia perbuat adalah kemunafikan dari sisi amal, bukan i'tiqad (keyakinan). Sedangkan hadits Abu Hurairah berikut dimaksudkan pada kaum muslimin.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ


"Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi." (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)


Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan "Termasuk dosa besar adalah dosa yang dilakukan oleh orang yang menampakkan keshalihan, lantas ia menerjang larangan Allah. Walau dosa yang diterjang adalah dosa kecil dan dilakukan di kesepian.


Ada hadits dari Ibnu Majah dengan sanad berisi perawi tsiqah (kredibel) dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan …" Karena kebiasaan orang shalih adalah menampakkan lahiriyah. Kalau maksiat dilakukan oleh orang shalih walaupun sembunyi-sembunyi, tentu mudharatnya besar dan akan mengelabui kaum muslimin. Maksiat yang orang shalih terjang tersebut adalah tanda hilangnya ketakwaan dan rasa takutnya pada Allah."


Kedua:

Yang dimaksud dalam hadits Tsauban dengan bersendirian dalam maksiat pada Allah tidak berarti maksiat tersebut dilakukan di rumah seorang diri, tanpa ada yang melihat. Bahkan boleh jadi maksiat tersebut dilakukan dengan jama'ahnya atau orang yang setipe dengannya.


Yang dimaksud dalam hadits bukanlah melakukan maksiat sembunyi-sembunyi. Namun ketika ada kesempatan baginya untuk bermaksiat, ia menerjangnya. 


Ketiga:

Makna hadits Tsauban adalah bagi orang yang menghalalkan dosa atau menganggap remeh dosa tersebut.


Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi berkata, ada orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi namun penuh penyesalan. Orang tersebut bukanlah orang yang merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena asalnya orang semacam itu mengagungkan syari'at Allah. Namun ia terkalahkan dengan syahwatnya. Adapun yang bermaksiat lainnya, ia melakukan maksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh dosa). Itulah yang membuat amalannya terhapus.


WaLLAAHUa'lam

#hadits #kajianislami #hartsunamedia

#trending #viralnews

7/09/2024

Peranan Pemuda dalam Memikul Risalah

 Mengangkat semangat dari problematika Ummat

QS. 21/52, 67

QS. 26/69-70

QS. 10/83-84

Sebagai generasi penerus

QS. 52/21

QS. 25/74

Sebagai generasi pengganti

QS. 5/54

QS 47/38

Sebagai pendobrak revolusi moral

QS. 2/246-247

Sebagai agen perubahan

QS. 18/13-14


Bekal Pemuda

Pendidikan mental dan ideologis (Madilog) 

QS. 28/7-12

QS. 5/114

Hikmah dan Ilmu

QS. 28/14

QS. 12/22$

Leadership dan dinamis

QS.  12/55

QS. 28/26

QS. 9/128

QS. 8/45-47

Menjadi gerakan

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَا تًا ۗ بَلْ اَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ 

"Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki,(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 169)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Album Qur'an Al-Baqarah 154: 

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَا تٌ ۗ بَلْ اَحْيَآءٌ وَّلٰـكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

"Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 154)


1/19/2024

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat.

Ada beberapa istilah kepemimpinan dalam Islam diantaranya:

Khalifah, imam dan Ulil Amri yang masing-masing memiliki peran, fungsi dan tugas sebagai mandataris Allah SWT di muka bumi dan menempati Maqom nubuwah setelah wafatnya Rasulullah Saw.

Allah SWT telah berfirman:

 وإذ قال ربك للملائكة إنى جاعل في الارض خليفة 

"Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi."

Imam Asy-Syuyuti dalam tafsirnya menjelaskan makna dari ayat tersebut: يخلفنى لتنفيد احكامى
Orang yang menggantikanku (mewakiliku) dalam melaksanakan hukum-hukumku. (Tafsir Jalalain dari QS. Al-Baqarah:30)

Imam Al-Mawardi menjelaskan dalam kitab Al-Ahkam wa Shulthoniyah:

الإمامة: موضوعة لخلافة النبوة حراسة الدين و سياسة الدنيا Imamah atau kepemimpinan itu menempati Maqom nubuwah dalam menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia. (Ahkam Ash-Shulthoniyah bab 'Aqdul Imamah 1/15) Bahkan Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan telah terjadi kesepakatan para ulama tentang kewajiban kepemimpinan: هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له و يطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنفذ

11/17/2023

AQIDAH

 A.     Aqidah Islam

Aqidah adalah asas/landasan hidup bagi kaum muslimin, dengan bentuk kita mampu menjadikan dan menerima Allah Swt sebagai satu-satunya sumber Otoritas (Rab), legalitas (Malik) dan loyalitas (Ilah) .

Dari hasil pembacaan al-Qur`an  dan al-sunnah dapat kita temukan bahwa Allah Swt. berperan sebagai Rabb, Malik dan Ilah.

Perhatikan Qs : Qs. al-Fatihah [1]: 2,4,5; al-Nas [114]: 1-3. [[1]]

E    

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. segala puji] bagi Allah, Tuhan semesta alam Maha  Pemurah lagi Maha Penyayang. yang menguasai  di hari Pembalasan.  hanya Engkaulah yang Kami  sembah , dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.

?@è%Eb>t?I/ ?¨$¨Y9$#   ?7I=tB ?¨$¨Y9$#    Im»s9I) ?¨$¨Y9$#  

Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.raja manusia. sembahan manusia.

Begitu pula dalam Hadist Rasul Saw mengisyaratkan ketiga unsur tauhid di atas :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، عَلِّمْنِيْ كَلِمَاتٍ أَقُوْلهُاَ إِذَا أَصْبَحْتُ ، وَإِذَا أَمْسَيْتُ . قَالَ : « قُلْ : اَللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ، أَنْتَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكُهُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ . قُلْهَا إِذَا أَصْبَحْتَ ، وَإِذَا أَمْسَيْتَ ، وَإِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ » أبو يعلى الموصلي

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Abu Bakar berkata: ya Rasulullah Ajarkan aku beberapa kalimat yang kuucapkan tiap pagi dan sore. Beliau bersabda: “Katakanlah ya Allah Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang nampak dan ghaib, Engkaulah Rabb, Malik segala sesuatu, tiada Ilah kecuali engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan jiwaku, kejahatan syetan dan penyekutuannya. Katakanlah di waktu pagi dan soremu dan bila hendak tidur.” (HR. Abu Ya’la al-Maushily) [[2]]

Dengan tolak ukur ayat dan hadis di atas, maka unsur-unsur aqidah dapat disimpulkan dengan rumusan Rububiyyah, Mulkiyyah dan Uluhiyyah.

1.      Rububiyah Allah SWT

Allah sebagai Rabb berarti Allah sebagai Pencipta, Pendidik, Pengatur, Penjamin logistik seluruh makhluk, Penjaga stabilitas keamanan, Pemilik hukum, dan Pembuat undang-undang. Allah adalah Pengatur alam semesta, Pengatur manusia, Pengatur ’Arsy dan Pengatur segala sesuatu.

Oleh karenanya, aqidah terhadap  rububiyyah Allah adalah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya Rabb (Maha Pencipta, Pengatur, Pemelihara, Maha Penjamin logistik atau rezeki, Penjamin keamanan, Maha Pendidik dan Pengajar) serta mengimani secara yakin bahwa Allah sebagai Rabb, hanya ditangan-Nya-lah kewenangan mutlak/absolut membuat aturan, undang-undang/hukum.

Inilah makna pengakuan tauhid la Rabba illallah. Artinya, ia harus menafikan (menolak, menjauhi dan memerangi) segala bentuk hukum, ideologi, produk hukum, perundang-undangan dan adat-istiadat yang tidak dibangun berdasarkan tuntunan Allah.

Allah sebagai Rabbinnas dibuktikan oleh si hamba dengan memberlakukan undang-undang-Nya di muka bumi ini baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia dalam segala aspek kehidupan baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam dan lain sebagainya sebagai wujud nyata dari kesempurnaan sistem dalam Islam.  Jika tidak, berarti pengakuannya palsu dan dusta besar terhadap Allah Swt, dan dinyatakan dalam al-Qur`an tidak dianggap beragama sedikitpun. [3]

2.      Mulkiyah Allah SWT [[4]]

kata Malik memiliki arti sebagai raja [[5]], pemilik segala sesuatu [[6]] . Allah sebagai Malik berarti Allah sebagai raja, pemilik segala sesuatu. Aqidah mulkiyyah berarti mengimani bahwa hanya Allah sebagai Raja manusia, Raja alam semesta dan Raja segala sesuatu yang wajib ditaati. Tidak ada kedaulatan dan kerajaan lain yang boleh diakui apalagi ditaati selain kedaulatan dan kerajaan-Nya.

Mulkiyyah Allah di bumi diproyeksikan dalam bentuk lembaga risalah (lembaga Negara Khilafah) yang kedudukannya menempati maqam nubuwwah, yakni suatu struktur lembaga pemerintahan hukum Allah yang sah, diamanahkan kepada orang beriman (Uli al-Amr) sebagai syahid atas manusia dan kelak dimintai pertanggungjawabannya  di hadapan al-Malik al-Haqq.

Berdasarkan hal ini, maka secara nyata bahwa manusia harus mewujudkan kekhalifahan Allah dan menafikan (menolak, menjauhi dan memerangi) segala bentuk kekuasaan, kerajaan, pemerintahan  dan kepemimpinan yang tidak ditegakkan atas dasar tuntunan Allah SWT. Inilah makna “La Malika Illallah

3.      Uluhiyah Allah SWT

Kata Ilah dalam bahasa arab mengandung arti ma’bud dan musta‘an. Ma’bud adalah salah satu makna dari Ilah, yaitu yang diibadahi  . Ilah atau ma’bud maknanya meliputi: Yang dicintai ,Yang diibadahi, Yang diminta pertolongan. 

Seluruh rasul membawa misi proklamasi tauhid ibadah hanya kepada Allah [[7]]. Ajaran ketauhidan atau monotheisme dalam Islam yang disebut "la Ilaha illallah", adalah suatu konsepsi tertinggi tentang ketuhanan, menolak setiap bentuk ideologi dan falsafah ketuhanan ganda. Islam tidak mengenal adanya pengabdian ganda, karena hal  itu merupakan sifat nifaq (bermuka dua) dan syirik. Si muslim dituntut pengabdiannya semata-mata hanya kepada Allah swt, tidak kepada yang lainnya.

Keyakinan kepada uluhiyyah Allah secara integral pula merupakan bentuk konkrit yang diterapkan dalam kehidupan dengan melaksanakan rububiyyah Allah di mulkiyyah Allah. Wujudnya adalah sekelompok manusia yang beriman kepada Allah swt yang menjalankan hukum dan program Allah di lembaga yang diridhai Allah. Maka keyakinan ini akan memberikan dampak menyelamatkan eksistensi kehidupan manusia di bawah naungan ridha dan rahmat Allah swt. Tatanan kehidupan yang terbentuk merupakan wujud nyata keseimbangan dan keserasian terhadap sunnatullah dan sunnaturrasul.

Lihat skema di bawah ini :

Rububiyahh

Mulkiah

Uluhiyah

Syari’ah

Qiyadah

Ibadah

Daulah

Allah SWT


 

Demikian pula thaghut [[8]] berperan sama sebagai Rabb, Malik dan Ilah berdasarkan al-Qur`an [[9]]

Dalam al-Qur`an disebutkan bahwa Fir’aun penguasa mesir, merupakan personifikasi thaghut yang telah memproklamirkan diri sebagai rabb [[10]] أَنَا رَبُّكُمُ الأَعْلَى , malik [[11]]   أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْر  dan ilah[[12]] لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلهَاً غَيْرِي   tandingan Allah Swt. Namun pengakuan batilnya itu tidak terbukti sehingga binasalah ia, meskipun pada detik-detik terakhir kematiannya ia mencabut proklamasinya dan mengakui rububiyyah Allah. Allah telah mengabadikan hal ini dalam al-Qur`an bahkan jasadnya pun diabadikan sebagai pelajaran bagi kaum setelahnya. 

Amanah kepada manusia

 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡ...